Sunday, March 7, 2021

Menulis adalah Kebutuhan Jiwa

 

 Ilustrasi orang menulis
 Sumber gambar : www.pinterest.com

Saya memiliki mimpi sejak lima tahun yang lalu menjadi seorang penulis bisa menerbitkan minimal satu buku dalam hidup. Saya berkeinginan menjadi penulis. Lambat laun setelah mengikuti suatu seminar saya disadarkan bahwa menulis bukanlah keinginan saja tetapi, kebutuhan. Saya pun meyakininya. Tanpa menulis, saya tidak mampu tumbuh dan berkembang.

Menulis sebagai self healing (penyembuh diri) Menulis menjadikan saya lebih baik, masalah mudah terurai, memberikan benang-benang solusi. Saya mendapatkan ketenangan hati dan pikiran, perlahan mampu terealisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap tulisan atas permasalahan hidup yang awalnya berupa coretan atau tulisan kasar, kemudian saya kembangkan menjadi bentuk yang lebih layak untuk dibaca, memiliki alur sebab akibat yang akan memudahkan pembaca untuk memahami dan menangkap pesan yang ingin saya sampaikan.

Menulis ialah media membebaskan rasa. Menulis dari dalam diri. Melepas segala rasa yang menggebu dalam dada. Menuangnya perlahan melalui goresan tinta hitam diatas kertas putih tak bernoda. Saya percayakan semua rahasia padanya. Jika dengan manusia membuat saya terluka, maka saya lebih baik bersanding setia dengannya

Menulis untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik. Perubahan besar berawal dari perubahan kecil. Perubahan kecil dari dalam diri. Diri akan lebih baik dengan apa yang  tertuang melalui tulisan. Begitulah keadaan sekitar akan mengikuti perubahan secara bertahap.

 “Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah!” Imam Al-Ghazali

Saya adalah manusia biasa, bukan anak raja atau ulama besar, maka saya akan terus menulis. Saya berusaha memperbaiki tulisan, saya ingin bisa menulis dengan baik karena menulis ialah lisan kedua, setiap apa yang kita tulis sama dengan apa yang kita ucap, sama-sama menyuarakan isi pikiran dan hati hanya berbeda perantara. Jadi, jika saya ingin menyampaikan pesan baik, maka penyampaiannya juga harus baik agar mudah diterima dan dipahami.

Tampil Kece dengan Diri Sendiri

 

  Ilustrasi siluet percaya diri    
  Sumber gambar : www.pinteret.com

Pribadi percaya diri tumbuh dalam diri seseorang yang meyakini penuh kemampuan diri sendiri dan menerima segala kekurangannya. Seseorang yang percaya diri mampu menghargai dirinya sendiri. Tidak semua orang memiliki rasa percaya diri, ada yang memiliki rasa percaya tinggi, menengah hingga rendah. Kerap kali orang dewasa memiliki rasa percaya diri yang rendah karena beberapa persoalan baik dari faktor internal maupun eksternal yang cukup mematahkan rasa percaya dirinya. Sehingga banyak kita jumpai salah satu dari mereka yang mudah menghakimi kehidupan orang lain, menyalahkan keadaan, berlarut akan kegagalan, menyesali masa lalu, mudah insecure, yang justru menghambat perjalanan hidup mereka, membuat mereka statis tanpa memandang kehidupan yang dinamis.

Rasa percaya diri bukanlah suatu rasa yang absolut atau menetap sejak lahir di dalam diri seseorang, melainkan bisa kita tingkatkan. Berikut beberapa cara untuk meningkatkan rasa percaya diri :

1.     Mengenal diri sendiri

    Mengenal diri sendiri ialah upaya kita mengetahui seluk beluk diri sendiri, segala kurang dan lebihnya. Setiap manusia pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, tidak mungkin manusia hanya memiliki kekurangan, yang lebih mengetahui segala kekurangan dan kelebihannya ialah dirinya sendiri. Bagaimana caranya? Coba berhenti sejenak dari aktivitas, lakukan perenungan, tuliskan segala hal yang membuat senang, nyaman ketika melakukan sesuatu dan berdampak baik bagi dirimu dan orang lain, tuliskan juga segala hal yang membuatmu kesulitan setiap mengerjakannya, sulit untuk memahami dan menangkapnya, bahkan membutuhkan waktu yang lama bagimu untuk menyelesaikan atau melakukannya. Renungkan juga tujuan hidupmu, dari mana kamu berasal, ke mana kamu akan pergi dan ke mana akan kembali, teliti maksud dari setiap tindakanmu, berkelanalah ke dalam dirimu, tanyakan pada hatimu. Dengan mengenal diri sendiri,  menjadikan kita teguh pendirian, tidak mudah goyah terhadap apa yang di luar kendali kita, permasalahan yang berasal dari luar diri kita (faktor eksternal) dan permasalahan yang berasal dari dalam diri kita (faktor internal) dapat teratasi karena kita mampu mengendalikan diri untuk memberikan solusi yang tepat. Rasa percaya terhadap diri sendiri pun akan meningkat.

2.    Memaksimalkan Kelebihan

    Jika telah mengetahui kelebihan dalam diri sendiri, yang membuat nyaman dan senang melakukannya atau menjadi tujuan hidupnya, maka konsistenkan diri untuk memaksimalkan kelebihan. Karena buat apa meratapi kekurangan? Justru kekurangan perlu ditutupi dengan adanya kelebihan, sehingga akan membentuk pribadi yang percaya diri.

3.     Menentukan prioritas

    Mengetahui mana yang penting dan tidak penting. Penting yang mendesak dan tidak mendesak. Sesuatu yang penting tersebut harus dilakukan, kita perlu mengetahui dampak apa yang akan mempengaruhi diri kita akan sesuatu yang penting tersebut. Jika kita tepat waktu melaksanakan yang penting tersebut, bertanggung jawab melaksanakannya hingga mendapatkan hasil yang memuaskan, rasa percaya diri semakin meningkat.  Apabila pun tidak mendapatkan hasil yang memuaskan, tetapi kita mengerjakan sesuatu yang penting itu dengan sungguh-sungguh, maka rasa percaya diri juga dapat meningkat karena kita telah mengenal diri sendiri, artinya kita mudah intropeksi diri sendiri, langkah apa yang kurang tepat, sehingga hasil tidak memuaskan. Hasil yang tidak memuaskan ini akan membuat kita lebih bersemangat menghadapi tantangan baru, berupaya lagi untuk melakukan yang lebih baik dari sebelumnya, memperbaiki setiap kesalahannya. Sehingga rasa percaya diri sendiri pun akan tumbuh dengan sendirinya dan meningkat seiring kita optimis melakukan sesuatu yang memang menjadi prioritas.

4.     Jangan Silau, Sewajarnya Saja

    Maksud dari silau di sini ialah terlalu mengagumi seseorang, hingga tak nampak kekurangannya atau memuji seseorang dengan berlebihan. Mengagumi atau memuji seseorang boleh, tetapi sewajarnya saja karena hal ini akan menanamkan benih-benih insecureity dalam diri yang ditandai dengan munculnya sikap membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Sehingga kita akan diperbuta oleh kelebihan orang lain, padahal kenyataannya kelebihan orang lain itu wajar, ia juga memiliki kekurangan karena sama-sama manusia. Kelebihan dan kekurangan setiap orang pun berbeda, Allah telah memberikan takaran yang tepat bagi setiap hamba. Tinggal kitanya saja yang perlu untuk mampu mendayagunakannya, fokus terhadap hidup kita masing-masing dengan segala apa yang ada. Rasa percaya diri akan tumbuh dalam diri kita, apabila kita terus konsisten menanamkan pemikiran-pemikiran yang positif, meyakinkan apa yang ada di kehidupan kita dibanding orang lain, insyaaAllah rasa percaya diri akan meningkat.

5.     Menambah wawasan dan pengetahuan

    Semakin kita mendayagunakan akal dan hati kita untuk menyerap wawasan dan pengetahuan baik dari buku, sebuah nasihat, relasi atau pengalaman, maka semakin menambah rasa percaya diri kita, karena kita yakin bahwa kita bisa menghadapi setiap apa yang ada dengan berbekal wawasan dan pengetahuan yang kita dapatkan.

6.     Berani

    Rasa percaya diri dapat kita tingkatkan, salah satunya dengan menjadi pemberani. Apabila yang membuatmu tidak percaya diri ialah karena rasa takut, maka coba identifikasi rasa takut tersebut. Cari tahu apa yang menyebabkan kamu takut!  Apakah karena takut akan validasi orang lain? Takut gagal? Takut salah? Takut mencoba?  Takut apabila tidak menjadi yang terbaik? Takut karena memang merasa tidak percaya diri akan kekurangan yang ada entah kekurangan psikis maupun fisik? Dan takut lainnya. Coba identifikasi rasa takutmu! Rasa takut itu muncul karena ketidakyakinan terhadap perbuatan yang dilakukan atau prinsip yang diusung untuk melakukan tindakan tersebut. Ketika kita melakukan perbuatan baik dan berawal dari prinsip yang baik, kenapa harus takut? Coba tanyakan pada hatimu! Bagaimana kamu melakukan perbuatan baik jika terus-terusan takut? Apa tujuanmu berbuat baik? Perbuatan baik dan benar perlu ditegakkan dengan keberanian. Dengan keberanian kita akan menumbuhkan rasa percaya terhadap diri sendiri, sehingga langkah kita pun mantap dan tahu arah (tidak terombang-ambing)

7.      Hilangkan Overthinking

    Kerap kali kita mau melakukan perbuatan yang menurut keyakinan kita ialah baik, tetapi malah urung kita lakukan, karena pikiran kita yang berkecamuk, misalnya, nanti kalau aku salah bagaimana ya? Nanti kalau aku dilihat A sok baik bagaimana ya? Nanti aku dibilang B sok alim bagaimana ya? Dan bla bla bla .... Perspektif (cara pandang) kita yang terlanjur buruk sebelum mencoba atau melangkah. Sehingga, kita tidak jadi melakukan perbuatan baik. Pikiran tersebut ialah overthinking.  Overthinking ialah pola pikir yang  berlebihan terhadap sesuatu. Sejatinya berpikir sebelum bertindak itu perlu, agar kita tepat melakukannya, tetapi apabila terlalu memikirkan hal-hal yang di luar kendali kita, itu yang tidak baik untuk diri kita, menjadikan kita takut dan cemas. Oleh karena itu, kita perlu berpikir yang wajar, tidak perlu overthinking, sehingga rasa percaya diri mudah tumbuh dan terus kita tingkatkan.


Ternyata, rasa percaya diri dapat kita tingkatkan. Kita perlu berupaya mendayagunakan setiap apa yang dipinjamkan oleh Allah sehingga menjadikan kita pribadi yang mantap dan teguh pendirian untuk melangkah di jalan-Nya. Sehingga kita bisa tampil kece dengan diri sendiri. InsyaaAllah. Sekian dan terimakasih. Semoga bermanfaat.

 

Jumat, 05 Maret 2021

Menyikapi Cinta di Masa Remaja

 

 Ilustrasi tunangan
 Sumber gambar : www.pixabay.com

Halo teman-teman! Kali ini saya akan sharing cara menyikapi cinta di masa remaja nih. Simak sampai habis ya biar dapat insighnya

Masa remaja ialah masa awal ketertarikan lawan jenis, masa dimana kita mengenal cinta. Cinta ialah kecenderungan seseorang kepada orang lain yang dianggap memiliki dampak baik dan membahagiakan dirinya. Cinta dapat terbentuk karena adanya orang yang mencintai dan dicintai. Mencintai ialah kewajiban hati. Hati tidak bisa dipaksa mencintai, tetapi hati bebas mencintai siapapun karena hati tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, tak hanya satu cinta yang tumbuh tetapi bisa lebih. Karena cinta tumbuh dalam hati, maka tidak ada yang tahu hati mana yang dicintai pun yang dicintai akan balik mencintai (saling mencintai) atau justru mencintai, tetapi yang dicintai tak mencintai (bertepuk sebelah tangan) Hanya dengan mengungkapkan cinta kepada yang dicintai kita akan tahu, adakah cinta di hatinya?

Akankah di masa remaja,  kita meluangkan sedikit waktu untuk mengungkapkan cinta kepada seseorang yang kita cinta? Muncul pertanyaan di benak saya, haruskah mengungkapkan cinta? Apa yang akan diperbuat ketika cinta terbalaskan? Apa yang akan diperbuat ketika cinta tak terbalaskan? Lalu apa tujuan mengungkapkan cinta tersebut?

Apakah perlu mengungkapkan cinta? Jika telah siap membangun keluarga, silakan! Tak ada yang melarang, tetapi jika hanya sekedar meluapkan kesenangan atau nafsu semata perlu dialihkan dengan kegiatan yang lebih penting dan bermanfaat dari sekedar bermain-main dengan cinta. Karena dampak dari bermain-main dengan cinta banyak sekali, bahkan hingga terlampaui batas yakni menjerumuskan diri untuk melakukan perbuatan keji.

Dari beberapa pengalaman, saya paham bahwa cinta ialah alat penyatuan satu dengan yang lain secara batin, maka apabila kita menginginkan penyatuan secara lahir (perwujudan cinta) dibutuhkan  pengimplementasian cinta sesuai prinsip yang diusung melalui jalan keridaan Tuhan.

Lantas, bagaimana menyikapi cinta yang hadir di masa remaja?

1. Meyakini Cinta ialah Fitrah

Cinta ialah anugerah yang fitrah. Cinta pun termasuk ujian keimanan. Cinta kepada lawan jenis di masa remaja ialah ujian keimanan, maka kita harus menjaga kefitrahannya, tidak sembarangan menaruh hati kepada seseorang.  Apabila cinta hadir, kita tidak bisa menolak dan memaksa diri untuk membuang rasa tersebut, yang ada cinta malah menyiksa kita. Kita perlu berdamai dengan cinta, mengakui kehadirannya, menjaga dan terus memupuknya.

2. Mencintai dengan bijaksana

Terkadang ketika kita mencintai seseorang, kita silau akan kelebihan pada dirinya atau perbuatan baik yang dia lakukan. Nafsu terus memberikan gambaran tentang kesenangan berdua dengannya. Lambat laun kita sedih apabila tidak berjumpa dengannya, kecewa apabila dia bersama yang lain dan banyak lagi. Berawal dari kesenangan-kesenangan tersebut akan menimbulkan sayatan luka karena tak bisa bersamanya.

Kita perlu tahu bahwa kita butuh keseimbangan dalam mencintai agar tak mudah goyah pun terjatuh. Kita perlu mencintai dengan bijaksana. Mengetahui kadar akan cinta, tidak berlebih hingga membuat buta pun tidak kurang hingga membuat benci.

3. Menyadari bahwa Belum Tentu yang Kita Cinta ialah Jodoh

Cukuplah yakin dari dalam hati bahwa kita benar-benar mencintainya. Lebih baiknya membumbung tinggikan cinta melalui bait-bait doa karena kita tak pernah tahu akankah seseorang yang amat kita cinta ialah jodoh kita. Hanya Allah Yang Maha Tahu. Setidaknya kita mengutarakan kriteria jodoh kita melalui seseorang yang amat kita cinta.

4. Mewujudkan Cita-Cita

Tenaga penuh, rasa ingin tahu yang tinggi dan semangat berkobar di masa muda, maka alangkah baiknya kita mendayagunakannya dengan mewujudkan apa yang kita inginkan. Jangan sampai kecewa apabila cita-cita tidak terwujud gara-gara cinta. Kita perlu menanamkan alasan kuat untuk meraih cita-cita, yakin ada sesuatu yang terbaik di masa depan, hasil jerih payah kita saat ini. Cinta akan mewarnai perjalanan kita, tetapi bukan menjadi penghambat kita untuk mewujudkan cita-cita justru menjadikannya motivasi bahwa kita tidak bisa hidup bermodalkan cinta saja. Jika kita berhasil mewujudkan cita-cita, akan ada cinta sejati yang menghampiri dengan sendirinya karena disaat itulah kita benar-benar matang dan pantas untuk dimiliki (teruntuk kaum hawa) atau memiliki (teruntuk kaum adam)

5. Melakukan Perbuatan yang Positif

Mencintai memang kewajiban hati, tetapi mencintai manusia bukanlah prioritas hidup kita. Ada yang jauh lebih nikmat dari menaruh cinta kepada manusia, yakni mencintai Tuhan. Cara mewujudkan cinta kepada Tuhan bermacam-macam dengan tujuan untuk menjadi hamba yang bertakwa, termasuk mensyukuri nikmat-Nya. Tidak hanya bersyukur melalui perkataan, tetapi kita perlu mengimplementasikannya ke dalam laku di kehidupan sehari-hari, bisa dengan mendayagunakan pinjaman-Nya untuk melakukan hal-hal positif seperti, menuntut ilmu, menjalin persaudaraan, membantu teman ketika mendapati kesulitan, memberikan sedikit harta kepada yang membutuhkan, mengikuti organisasi sekolah, mencanangkan gerakan literasi dan banyak lagi perbuatan positif yang patut untuk dicoba, dilakukan dan dikembangkan.

6. Mencintai Diri Sendiri

Sebelum mencintai seseorang lebih dalam, sudahkah mencintai diri sendiri? Mari berlatih mencintai diri sendiri. Mencintai diri sendiri menghadirkan rasa nyaman dan tenang karena kita mampu menyikapi gejolak emosi yang ada dalam diri sendiri, mudah berdamai dengan masalah, mampu mendayagunakan kelebihan, mengakui kekurangan. Apabila telah mencintai diri sendiri, kita pun bisa menyikapi cinta dengan bijaksana.

7. Mencintai Keluarga

Keluarga ialah manusia yang kita prioritaskan dalam hidup. Mencintai keluarga dapat menumbuhkan saling memiliki, saling mengasihi, saling menerima, saling mendukung, saling menasihati sehingga kita tidak memiliki celah untuk berbuat melampaui batas ketika mencintai seseorang karena kita memiliki keluarga yang juga mencintai kita.

Semoga, artikel saya ini bermanfaat bagi teman-teman. Bukan lagi membenci pun berlebihan hadirnya cinta, tetapi menyikapinya dengan bijaksana.

 

 

Kediri, 28 Februari 2021

DAFTAR PUSTAKA

Sarimata, Arya. 2018. “7 Alasan Kamu Harus Gunakan Masa Mudamu dengan Baik,” https://www.idntimes.com/life/inspiration/arya-sarimata/7-alasan-kenapa-kamu-harus-menggunakan-masa-mudamu-dengan-baik-c1c2-1, diakses pada 27 Februari 2021 pukul 22.00.

Idrishann. 2020. Bucin Universe. Kediri: Yayasan Pendidikan Islam Fathul ‘Ulum Kwagean.

Tuesday, March 2, 2021

Keluarga ialah Madrasah Utama Anak

 

Ilustrasi keluarga
Sumber foto : www.google.com

Manusia pertama kali terlahir di dunia tidak memiliki siapa-siapa, kecuali keluarga. Secara de facto ia menjadi anak dari seorang wanita yang melahirkannya, pasangan wanita ini, pun menjadi anggota baru dalam keluarga keduanya. Dibuatkanlah akte kelahiran, maka secara de jure ia resmi menjadi anak keduanya. Dibuatkanlah Kartu Keluarga (KK), maka secara de jure pula resmi menjadi anggota keluarga.

Keluarga ialah madrasah utama anak, sejak dari buaian hingga menemui ajal, menjalani kehidupan dengan pendidikan. Belajar tengkurap, duduk, merangkak, berdiri, berjalan, berlari, berbicara, menangis, makan, minum, mandi, semua ini ialah proses yang kita lalui untuk tumbuh. Proses tersebut mendidik kita menjadi dewasa dan matang baik dari segi fisik maupun psikis.

Tentunya, peran keluarga sangat penting terhadap pendidikan anak karena keluarga ialah role mode bagi anak. Apabila orang tua menginginkan anak melakukan perintahnya, sebaiknya orang tua lebih dulu melakukan apa yang diperintah, telah  mencontohkannya dalam kehidupan sehari-hari karena anak selalu melihat, menangkap dan memahami setiap sikap dan perilaku orang tua. Lambat laun anak mengikuti sikap dan perilaku orang tua yang menurutnya baik atau berguna baginya. Maka dari itu sikap dan perilaku orang tua juga perlu diperhatikan dalam mendidik anak. Sikap dan perilaku anak sesuai didikan orang tua, pola asuh orang tua. Bagaimana pola asuh orang tua? Apakah otoriter (terpusat pada harapan orang tua), permisif (terpusat pada harapan anak, memanjakan anak) atau justru demokratis (terbuka dan bijaksana)? Pilihan ketiga lebih baik bukan? Pola asuh demokratis dapat diterapkan dengan mengetahui kelebihan dan keterbatasan anak, orang tua menjadi pendengar yang baik bagi anak, memberikan aturan kepada anak tetapi juga menuruti kemauan anak, jika kemauan anak tidak baik, maka orang tua mengarahkannya.

Mendidik anak tidak mudah pun tidak sulit, hanya dengan hati yang tulus orang tua mampu mendidik anak. Ada hal-hal yang memang di luar kendali orang tua misalnya, harapan masa depan, pasangan anak, pergaulan anak. Orang tua sekedar mengarahkan, memberi gambaran yang tepat.

Dari beberapa macam pendidikan, sejatinya pendidikan yang sangat berpengaruh bagi keberhasilan anak baik pencapaian dari segi materi maupun nonmateri ialah pendidikan spiritual karena dengan pendidikan spiritual, kecerdasan spiritual akan tajam. Kecerdasan spiritual ini akan menjadi bekal anak tumbuh dan berkembang, mampu mengimbanginya dengan kecerdasan yang lain misalnya, intelektual, emosional dan kreativitas. Selain itu, mencetak anak yang berbakti kepada orang tua dan bermanfaat bagi orang lain. Penanaman pendidikan spiritual dapat dilakukan keluarga sejak anak dibuaian karena baik buruknya anak tergantung didikan keluarga.

 

Kediri, 20 Februari 2021

 

Referensi :

Filsafat Pendidikan oleh Suparlan Suhartono, M. Ed, Ph. D.

Catatan Seorang Konselor, Sekolah Menjadi Orang Tua oleh Ani Christina

Friday, February 26, 2021

Masihkah Insecure?

          
Sumber gambar : www.google.com

           Beranjak dewasa kerap kali saya dihadapkan sebuah rasa yang tak henti memaki diri sendiri  karena kekurangannya atas kelebihan orang lain. Rasa ini sering dikenal sebagai insecure. Insecure menjadikan saya kehilangan perspektif mengenai sejatinya diri saya karena silau terhadap kelebihan yang ada pada diri orang lain.

            Saya merasa bahwa saya sangat jauh dari seseorang yang saya anggap sempurna atas keberhasilannya. Saya terus menghina diri sendiri dengan membandingkan kehidupan orang lain yang saya anggap sempurna.

            Saya pun muak dengan diri saya sendiri, seakan perjuangan meraih pencapaian sia-sia, tak ada yang diunggulkan, pasif dan tertinggal. 

            Lambat laun, saya lelah bertengkar dengan perasaan dan pikiran saya yang bertubi-tubi memaki diri. Saya memutuskan untuk mencari sesuatu yang membuat saya bangkit, membunuh insecure ini, menjadi pribadi yang bermental tangguh, mampu berpegang teguh atas segala kurang dan lebihnya saya.

            Saya menemukan titik terang dari gelap gulitanya hati dan pikiran,  buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring menjadikan saya lebih bijaksana dalam memandang permasalahan hidup yang silih berganti, memberikan benteng diri atas permasalahan tersebut dengan bermental tangguh.

           Alhamdulillah, saya mulai memperkuat benteng dalam diri saya untuk menghadapi segala hal yang menerpa (segala hal yang di luar kendali saya) Saya menanamkan rasa percaya atas diri saya, berusaha mengenal jauh diri saya, kekurangan hingga kelebihannya.

          Terkadang masalah besar berasal dari hal kecil, remeh temeh. Oleh karena itu, saya tidak terlalu pusing memfokuskan diri dengan apa-apa yang menerpa. 

          Apabila saya tidak kufur nikmat atas pinjaman-Nya, mendayagunakan dengan baik, rasa nyaman selalu hadir dalam hati pun mudah melukis senyum melalui setiap yang menerpa, menjadi penuh tanggung jawab, berupaya membentuk pribadi yang luar biasa dari dalam dan dari luar, menanam segala hal yang terbaik untuk membuahkan yang terbaik.

           Sungguh, Maha Hebat Allah yang menciptakan manusia berbeda-beda. Tujuan adanya perbedaan tersebut agar kita saling mengenal, saling memahami, saling mengisi dari masing-masing kurangnya, belajar dari masing masing lebihnya. 

            Hanya Allah yang Maha Sempurna. Manusia memiliki kekurangan dan kelebihan yang telah Allah atur porsinya, tentunya sangat cocok dalam diri masing-masing manusia. Tinggal bagaimananya saja kita memaksimalkan pinjaman-Nya yang suatu hari nanti akan diambil kembali untuk dipertanggung jawabkan.

            Insecure saja tidak ada artinya, membuang waktu dan energi. Diri statis, mengetahui kekurangan, tak memaksimalkan kelebihan justru mengunggulkan lebih-lebih diri orang lain, silau dengan kehidupan orang lain. Padahal setiap diri kita akan dipertanggung jawabkan sesuai masing-masing perbuatan kita, sama sekali bukan perbuatan orang lain.

So, masihkah insecure?

Wednesday, December 30, 2020

Catatanku di Penghujung Tahun 2020

 Sumber gambar : www.canva.com

               Kulangkahkan kaki dengan kemantapan hati berharap atas rida Ilahi. Kali ini aku berkomitmen dengan hati untuk mantap melangkah. Kugali segala lini konsekuensi. Menyadarkanku akan realita bahwa mimpi tak seindah ekspektasi. Ada medan yang perlu kudaki. Oleh karenanya, semua rintangan aku genggam. Kulepaskan satu persatu mengiringi langkah kaki. Rintangan tak membuatku takut karena penakut berproses mengejar mimpi itu pengecut. Belum berjuang sudah kalah dahulu. Dikalahkan oleh interpretasi dan persepsinya sendiri. Ada rintangan sangat wajar karena untuk mewujudkan cita atas dasar cinta kepada Tuhan membutuhkan perjuangan dan pengorbanan. Setidaknya ada pembuktian cinta.

               Selama aku menuntut ilmu umum di lembaga pendidikan formal aku tak menemukan kelezatan menuntut ilmu layaknya menuntut ilmu agama. Walaupun belajar ilmu agama tak paham diawal tetapi, akan paham dengan sendirinya dan membuat diri lebih nyaman dengan Tuhan. Aku berusaha mengamalkan sedikit ilmu yang kudapat. Menambah rasa cintaku kepada-Nya.

               Di penghujung tahun ini,  ada sesuatu yang membuka pikir dan hatiku bahwa segalanya harus digantungkan kepada Tuhan baik menuntut ilmu, bekerja, meraih cita hingga bercinta. 

               Aku mulai membebaskan pikir dan hatiku untuk selalu mengingat-Nya, mengharap rida, bimbingan-Nya agar aku tidak tersesat di muka dunia, mengakhiri perjalanan tepat pada waktunya dan selamat sampai tujuan.

               Tidak hanya aku, kurangkul teman, saudara, keluarga bersama-sama meniti langkah keridaan agar ketika ruh telah sampai pada kerongkongan dan waktu tinggal berdetik, Tuhan menurunkan belas kasih-Nya, meninggalkan dunia dengan hati yang tenang, asyik bercumbu dengan-Nya.

               Di penghujung tahun ini,  aku menemukan arti cita dan cinta sejati. Semoga Tuhan memantapkan hatiku. 

               Cita, sejak kecil  citaku menggantung, tak ada makna, tak tentu, tak jelas, bergonta-ganti. Beranjak dewasa, akhir tahun ini atas perjalanan waktu memupuk pengalaman, mendapati orang-orang baru, aku sadar bahwa ketidakjelasan citaku yang dahulu dipengaruhi oleh minimnya pengetahuan tentang hakikat ilmu dan etika menuntut ilmu. Detik ini aku merajut cita baru dengan kemantapan hati dan berharap petunjuk-Nya.  Sehingga membuatku ringan melangkahkan kaki tuk meraihnya, mewujudkannya, menjadikannya realita.

               Cinta Sejati, dahulu aku fanatik, anti cinta kepada lawan jenis (perihal pasangan hidup), yang kutahu pasangan hidup akan datang sendiri dengan tak perlu mempeributkan dan memaknainya. Setiap ada cinta sesosok pria yang datang, aku menangkisnya, menghindari, bersikap cuek dan bodoh amat (tak peduli) dengan perasaannya. Beranjak dewasa, di akhir tahun ini aku menemukan satu titik pemaknaan tentang cinta. Dimana bahwa cinta sungguh luar biasa, dengan cintaku kepada seseorang yang jauh disana, tak tahu rimbanya, tak ada dimuka, membuatku semakin dekat dengan-Nya, membuatku lebih terbuka menerima orang baru yang bisa aku dapati pelajaran dalam dirinya. Aku juga tidak mudah bawa perasaan dengan orang lain karena dari sini aku selalu memandang pasti ada maksud baik dalam dirinya (berpikir positif) Aku menjaga cinta agar tetap dalam fitrahnya teruntuk seseorang yang dirahasiakan-Nya. Ketika aku mencintai seseorang dalam diam karena kelebihan dan keistimewaanya. Diam-diam aku mencuri kelebihan dan keistimewaannya kemudian kutambahkan kelebihan dan keistimewaan seseorang itu ke dalam lantunan bait-bait doaku agar lengkap sudah kriteria pasangan hidup yang kupintakan pada-Nya. 

               Cita dan cinta sebagai alatku untuk mendapat keridaan-Nya. Cita dan cinta kugantungkan kepada-Nya, menghilangkan kebodohan dan melemahkan nafsu. Maka aku rela atas segala konsekuensinya karena bagiku ketenangan hati mengingat-Nya jauh lebih istimewa, tanpa ada batasan, kapanpun dan dimanapun.

               Di penghujung tahun ini,  kuucapkan terimakasih atas waktu yang menghadirkanku kebahagiaan, kebanggaan dan linangan air mata. Terimakasih kepada waktu telah memberiku kesempatan berbuat baik, kebermanfaatan, menuntut ilmu dan berbenah. Semoga tahun yang akan datang waktu masih memberiku kesempatan kembali. Membuatku lebih mantap menjalani hari, fokus dengan tujuan hidup dan setia dengan hati yang selalu mengingat-Nya.




Happy New Year 2021, 🎊

Semoga segala mimpi terealisasikan,😊

Jangan sampai didahului ajal.πŸ™πŸ˜‡

Sunday, December 27, 2020

(Review) Buku Filosofi Teras by Henry Manampiring

              Halo, aku mau mereview salah satu buku self improvement nih .... Judul bukunya Filosofi Teras by Henry Manampiring. Sudah kenal belum sama buku filosofi teras? Hayoo? kalau belum tahu kamu dianjurkan untuk mengenal lebih dekat dengannyaπŸ˜… Terutama bagi kamu yang sering sekali (sudah menjadi kebiasaan) marah dengan keadaan mungkin karena dimarahi orang tua, atasan atau dikecewain sama seseorang, insecure lihat sosmed yang tampilannya elegan semua, mudah tersinggung perasaan orang, omongan orang yang pedes, tingkah orang yang menyebalkan, khawatir masa depan, cemas keadaan saat ini sehingga membuatmu depresi berkepanjangan hingga stress (waduhh ... move on yuk!)

                       Foto : Doc. Pribadi

Kalau kamu belum mengenal buku ini yuk simak!πŸ€—

               Filosofi teras? Apaan ya? Filosofi teras ialah aliran filsafat yunani romawi kuno, didirikan di kota Athena oleh Zeno, seorang pedagang kaya dari Siprus (sebuah pulau di Selatan Turki) yang terdampar di Athena karena kapal yang ditumpanginya karam. 
Selama di Athena Zeno belajar filsafat kepada berbagai filsuf kemudian iapun mengajar filosofinya sendiri di sebuah teras (dalam bahasa yunani disebut Stoisisme atau Stoa)

               Kaum Stoa ialah sebutan bagi pengikut filsafat ini. Lambat laun dari Zeno dilanjutkan dan dikembangkan oleh para filsuf seperti Seneca (seorang  Penasihat Kaisar Romawi), Marcus Aurelius (seorang Kaisar Romawi yang dikenal sebagai salah satu Lima Kaisar Yang Baik), Epictetus (seorang budak)

Apa Tujuan Filosofi Teras?

1. Mampu mengendalikan emosi negatif
2. Mengasah kebajikan, ada empat kebajikan utama menurut stoisisme  yaitu kebijaksanaan, keadilan, keberanian dan menahan diri.

Buku Ini Menjelaskan tentang Apa Sih?

Buku ini terdiri dari 12 bab. Berikut adalah point pentingnya.

1. Hidup Selaras dengan Alam

            Jika menginginkan hidup baik harus selaras dengan alam. Segala peristiwa yang terjadi mengandung sebab akibat. Jadi setiap kita menjumpai kejadian yang tidak mengenakkan sesungguhnya kejadian itu ada sebabnya mengapa kejadian itu bisa terjadi sehingga menimbulkan akibat yang sedang kita lalui. Sebaiknya menggunakan nalar atau akal kita dalam memaknai kejadian yang sedang terjadi terutama kejadian yang mungkin tidak mengenakkan. Tidak perlu menghujat mengapa kejadian tersebut bisa terjadi, marah-marah dan enggak jelas. Akan tetapi, kita berpikir dulu mengapa kejadian itu bisa terjadi karena ada sebab tertentu kejadian itu terjadi hingga menimpa diri kita. Jika kita hidup tidak selaras dengan alam maka kita akan mengekang apa yang telah terjadi atau. Alhasil kita sering marah, enggak enak hati, jengkel dan sebagainya karena kita mengekang. Selaras dengan alam ini seperti takdir yang telah terjadi (hal hal yang menimpa)

2. Dikotomi Kendali

                "Some things are up to us, some things are not up to us," Ada hal-hal yang di bawah kendali (tergantung pada) kita, ada hal-hal yang tidak di bawah kendali (tidak tergantung pada) kita -Epictetus (hlm.42)

                Hidup manusia dipengaruhi oleh 2 hal yaitu apa yang bisa kita kendalikan dan apa yang tidak bisa kita kendalikan atau sesuatu yang dalam kendali dan sesuatu yang diluar kendali. Sesuatu yang bisa kita kendalikan yaitu segala apa yang ada di dalam diri kita seperti potensi, sikap, persepsi, interpretasi, perasaan kita. Sedangkan sesuatu yang diluar kendali kita seperti kekayaan, jabatan, keluarga, kesehatan, prestasi, pekerjaan, omongan orang, perasaan doi😏. Sebaiknya seseorang fokus dengan apa yang bisa dikendalikan karena kebahagiaan yang sejati dapat diraih dengan apa yang bisa kita kendalikan. 

              Misalnya seseorang yang ingin mendapatkan nilai bagus. Apa yang seharusnya dia lakukan? Berusaha dan berdoa 'kan? Berusaha dengan mengumpulkan tugas tepat waktu, mencari muka di depan guru bisa juga dengan menjadi moderator presentasi, aktif bertanya kepada guru. Fokusnya mengelola diri (berusaha) Jika sudah usaha yang bisa dilakukan ialah berdoa. Kalaupun nilainya bagus alhamdulillah. Jika tidak bagus ya tidak mengapa karena dia sudah berusaha dan berdoa. Segala hal terbaik Allah yang memberi. Jadi dia tidak kecewa, tidak marah, ngambek dengan hasil tetapi, dibuat pelajaran dan pengalaman, membuatnya lebih bisa terpacu lagi.  Jika dia hanya fokus pada nilai bagus. Alhasil dia bisa saja dengan jalan mencontek ketika ujian atau mengumpulkan tugas mencontek tugas teman yang pintar atau sudah berusaha dan berdoa tetapi, kecewa dengan nilai yang kurang bagus? Padahal nilai bagus itu diluar kendali kita. Setelah berusaha dan berdoa nilai bagus adalah kehendak Allah. Allah juga memiliki kebebasan apakah kita layak dapat nilai bagus atau enggak? Jadi fokus kita adalah berusaha dan berdoa meminta yang terbaik kepada-Nya karena hanya sesuatu yang bisa kita kendalikan saja yang mampu kita lakukan. Selain berusaha dan berdoa yang bisa kita kendalikan ialah sikap kita menerima keberhasilan atau kegagalan mendapat nilai bagus. Jika berhasil mendapat nilai bagus ya bahagia karena memang itu yang terbaik dari Allah begitu pula dengan gagal mendapat nilai bagus tetap bahagia dengan hasil yang terbaik dari-Nya juga.

3. Hidup Bahagia

               Menurut kaum stoa, bahagia itu tidak terikat oleh apapun. Bahagia murni dari dalam diri kita, bisa kita ciptakan dengan sesuatu yang bisa kita kendalikan. Sedangkan sesuatu yang diluar kendali kita ialah alat mencapai kebahagiaan. Jadi jangan menggantungkan bahagia dengan sesuatu yang diluar kendali kita (kekayaan, pekerjaan, pendidikan, keluarga, kesehatan, jabatan, omongan orang, perasaan orang) karena sesuatu yang diluar kendali kita bersifat fana (rusak) Jika alat tersebut rusak maka kebahagiaan kita apakah juga rusak (jika menggantungkan bahagia dengan sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan)? Pasti. Maka, bahagia itu bebas (kita yang menciptakan, dibawah kendali kita, akal pikiran, persepsi, perasaan kita)

                Jika kita fokus dengan sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan alhasil kita menjadi budak sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan, terombang ambing, mudah marah, enggak fokus, cemas, takut dan suka bawa perasaan karena sesuatu yang diluar kendali ialah fana (rusak), tidak selamanya ada, hanya sesaat saja.

4. Mengendalikan Interpretasi dan Persepsi

               Setiap kejadian bersifat datar (tanpa ada kesan negatif atau positif)  yang menjadikannya baik atau buruk ialah persepsi (penerimaan dari kejadian) kita. Apakah kita memiliki persepsi positif atau negatif terhadap kejadian tersebut. Persepsi positif dapat dibangun dengan menggali sebab dan akibat kejadian hingga menimpa kita.
Begitu pula interpretasi (pemberian pandangan terhadap sesuatu) kita terhadap sesuatu (baik yang terjadi, telah terjadi ataupun akan terjadi kita perlu menggali sebab akibat dengan nalar yang menjadikannya terjadi (menerpa kita) sesuai dengan persepsi kita. Bisa positif (semangat, berambisi, percaya diri memandang sesuatu) atau negatif (khawatir, cemas, ragu, rendah diri memandang sesuatu)

             Menurut stoisisme respon berupa emosi negatif yang muncul terhadap kejadian atau peristiwa yang tidak mengenakkan seperti, dimarahin orang tua, dosen, uang hilang datang secara reflek (otomatis) hal ini wajar. Terima saja respon berupa emosi negatif tersebut dari dalam diri kemudian langkah selanjutnya jangan diteruskan mulai pakai nalar kita menerapkan metode S.T.A.R (Stop, Think and Assess = berpikir dan menilai, Respond = tindakan yang tepat)

             Stop, menghentikan tindakan sejenak (tindakan yang membuat marah atau emosi negatif lainnya) untuk menenangkan hati dan pikiran
           Think and Assess, memikirkan dan menilai mana yang memang fakta mana yang hanya interpretasi kita sendiri misalnya, kamu terkena macet, macet itu fakta atau kejadian yang memang kamu hadapi saat ini kemudian kamu marah-marah bilang kalau macet hanya buang buang waktu saja, kemudian menambahkan bahwa kamu akan dimarahi oleh atasan kamu (interpretasi kamu/pemikiran irrasional/belum pasti kejelasannya) coba kamu menilai apakah macet itu dibawah kendali kamu? jelas bukan, macet terjadi begitu saja atau diluar kendali kamu. Apakah macet membuang waktumu? (coba pikirkan)
           Respont, coba disaat macet buat baca berita, buku, menyiapkan hal hal yang diperlukan saat di kantor, mendengar musik, mengobrol bersama anak atau istri dan banyak lagi. Hanya perlu mengubah interpretasi saja dari yang negatif menjadi positif. 

               Memiliki mental tangguh dibutuhkan benteng yang tangguh pula. Benteng yang tangguh tersebut dapat dibangun dalam pikiran kita. Jika pikiran kita bagus (stabil) maka kita akan memiliki mental tangguh (berprinsip, teratur, percaya diri, toleran, tidak mudah baper)

5. Memperkuat Mental

                 Menguatkan mental dengan metode imunisasi mental dengan menginjeksikan interpretasi negatif ke dalam diri nama lainnya premeditation malorum atau memikirkan hal-hal buruk agar nantinya kebal atau bisa mengendalikan kejadian buruk yang memungkinkan terjadi. Metode ini mengajak kita untuk mengendalikan diri sejak awal (sebelum kejadian buruk terjadi) semacam peribahasa lebih baik mencegah daripada mengobati. Bukan berarti kita fokus dengan sesuatu diluar kendali (kejadian buruk) tetapi kita berusaha mencegah respon negatif yang kita keluarkan terhadap sesuatu diluar kendali (kejadian buruk) tersebut. Lebih baik mencegah daripada mengobati bukan?

                 Sesuatu yang diluar kendali tidak mempengaruhi baik atau buruknya kita (kekayaan, pekerjaan, jabatan, keluarga, kesehatan, omongan orang, perasaan orang) Akan tetapi, sesuatu yang didalam kendali mempengaruhi baik atau buruknya kita (sikap, perkataan, perilaku, perasaan, persepsi, interpretasi, pemikiran kita)

Jangan Dibikin Ribet Hal-Hal Remeh (Gitu Aja Kok Repot by Gus Dur), jika ada kejadian yang tidak mengenakkan apakah perlu menghabiskan energi dan waktu untuk marah-marah? Apakah hasilnya sepadan? Berubah lebih baik sesuai yang kita maukah jika kita marah-marah? Atau kita hanya perlu menghindari, mengganti atau berbicara baik-baik? misalnya, sup yang kita bawa tumpah gara-gara disenggol teman. Apakah dengan jalan marah-marah masalah akan selesai? Apa justru malah menguras energi dan waktu kita? Apakah tidak melukai hatinya juga hati kita?

                Filosofi teras mengajak kita bahwa kita adalah pengguna kebaikan dan rezeki bukan pemilik. Maka segala hal yang hadir atau melekat pada kita adalah pinjaman. Dipergunakan untuk apa pinjaman tersebut? kebaikan atau keburukan. Pada akhirnya pinjaman itu akan diambil oleh pemiliknya dan tidak ada sesuatu apapun yang melekat pada kita selain hasil dari penggunaan pinjaman tersebut (kita rawat atau justru merusak? dipergunakan untuk kebaikan atau keburukan?) Jikalaupun ternyata sebagian kecil pinjaman itu diambil, kita enggak ada rasa menyesal atau kecewa karena sesungguhnya kita tidak punya apa-apa, kita hanya dipinjami (segalanya bukan milik kita)

6. Hidup di antara Orang yang Menyebalkan

                Jika bertemu dengan orang yang merusak (memang salah) maka hal yang pertama ialah memberitahukan kebenarannya kemudian jika dia tidak mau diberitahu atau nyolot sebaiknya kita menahan emosi (mengatur kendali diri karena sikap nyolotnya diluar kendali diri)
Lebih baik meninggalkan orang (teman) yang memang tidak bisa kita kendalikan atau memberi dampak negatif

               Memilih teman bukan berarti tentang perbedaan suku, adat, keluarga, kecerdasan tetapi atas dasar karakter. Jika berkarakter buruk jauhilah karena dapat merusak mental kita.  

               Sejatinya ketika orang lain menghina kita kemudian kita terhina maka yang salah adalah kita. Mengapa terhina? padahal mungkin dia hanya bercanda atau itu hanya sudut pandang dia (menurutnya) Jadi seseorang yang bersikap menyebalkan kepada kita sebenarnya bagaimana saja kita menanggapinya dengan lelucon, biasa saja atau malah marah. Jika kita merasa terhina maka kitalah yang menciptakannya karena menurut filosofi teras orang yang menghina sebenarnya tidak benar-benar menghina mungkin hanya bercanda atau sudut pandangnya.

               Kaum stoa begitu santuy bukan menanggapi orang-orang yang menyebalkan karena orang orang yang menyebalkan tersebut diluar dari kendali kita, langkah yang paling tepat dengan mengkondisikan sesuatu yang dibawah kendali kita

7. Menghadapi Kesusahan dan Musibah

                Hidup kaya atau enggak biasa saja. Sebaiknya kita melatih diri hidup sederhana setiap harinya, percaya diri dengan apa yang ada. Melatih diri untuk susah agar ketika semua hilang (sesuatu yang kita cintai hilang) kita lebih bisa mengatur rasa sabar dan membuat kita lebih bisa menghadapi dan mengikhlaskan.

                Kita menjadi manusia yang tangguh setelah ditimpa musibah, hal ini tergantung seberapa lama kita bertahan ketika menghadapi musibah atau ujian yang menerpa hingga musibah atau ujian itu tidak kuasa lagi mempengaruhi kita.

8. Menerapkan Filosofi Teras dalam Parenting

                Penulis belajar menerapkan filsafat ini dalam dunia parenting. Menjadi orang tua tidak selalu memaksakan anak untuk mengikuti keinginanannya, adakalanya anak dibebaskan sesuai keinginan dan kebutuhannya karena tidak semua dari anak masuk ke dalam sesuatu yang bisa kita kendalikan. Sesuatu yang di dalam kendali kita seperti uang saku, pembayaran sekolah, kebutuhan makanan, pendidikan nilai agama, pemilihan sekolah (mengarahkan), pendidikan budaya dan etika. Kita sebagai orang tua mengarahkan dan mendidik anak bukan memaksakan. 

               Sebaiknya sejak dini anak dilatih untuk bisa mengambil pilihan sendiri dan mendidiknya untuk bisa bertanggungjawab dengan pilihannya tersebut. Misalnya, dengan menanyakan hari ini mau kegiatan belajar yang bagaimana? atau ketika mau pergi keluar rumah untuk liburan ternyata hujan kita tidak perlu marah karena tidak jadi liburan (cuaca diluar kendali kita jadi cukup menyikapi sesuatu yang bisa kita kendalikan yaitu bersikap yang baik) Ajak anak untuk memanfaatkan waktu hingga hujan reda, jika hujan tidak kunjung reda (sampai larut malam hingga tidak jadi liburan) maka manfaatkan waktu yang ada dengan menanyakan kepada anak. Mau main apa kita? atau cuaca lagi tidak baik kita ganti liburan dengan apa?

9. Filosofi Teras dalam Menghadapi Kematian

             Jika kita bisa menyikapi emosi negatif dan selalu berupaya berbuat kebajikan maka hidup kita akan bahagia, tenang dan nyaman. Dimanapun dan kapanpun kematian menjemput kalau kita selalu ada dalam kebaikan (hati dan pikiran tenang) maka kematian tidak perlu dirisaukan karena kematian ialah sesuatu yang diluar kendali kita. Kematian pasti menjemput, yang perlu disikapi ialah sesuatu yang di dalam kendali kita. Waktu
di dunia dihabiskan untuk apa? Bagaimana kita menyikapi atau memaknai kehidupan ini?

                  Setiap buku pasti memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri bagi pembacanya, tergantung kenyamanan pembaca itu sendiri.

                Semoga review  buku filosofi teras ini membantu teman-teman, menambah keilmuan dan wawasan. Lebih lanjut bisa membaca sendiri versi lengkapnya.

Sekian dan Terimakasih, 
Semoga Bermanfaat😚