Sunday, December 27, 2020

(Review) Buku Filosofi Teras by Henry Manampiring

              Halo, aku mau mereview salah satu buku self improvement nih .... Judul bukunya Filosofi Teras by Henry Manampiring. Sudah kenal belum sama buku filosofi teras? Hayoo? kalau belum tahu kamu dianjurkan untuk mengenal lebih dekat dengannya😅 Terutama bagi kamu yang sering sekali (sudah menjadi kebiasaan) marah dengan keadaan mungkin karena dimarahi orang tua, atasan atau dikecewain sama seseorang, insecure lihat sosmed yang tampilannya elegan semua, mudah tersinggung perasaan orang, omongan orang yang pedes, tingkah orang yang menyebalkan, khawatir masa depan, cemas keadaan saat ini sehingga membuatmu depresi berkepanjangan hingga stress (waduhh ... move on yuk!)

                       Foto : Doc. Pribadi

Kalau kamu belum mengenal buku ini yuk simak!🤗

               Filosofi teras? Apaan ya? Filosofi teras ialah aliran filsafat yunani romawi kuno, didirikan di kota Athena oleh Zeno, seorang pedagang kaya dari Siprus (sebuah pulau di Selatan Turki) yang terdampar di Athena karena kapal yang ditumpanginya karam. 
Selama di Athena Zeno belajar filsafat kepada berbagai filsuf kemudian iapun mengajar filosofinya sendiri di sebuah teras (dalam bahasa yunani disebut Stoisisme atau Stoa)

               Kaum Stoa ialah sebutan bagi pengikut filsafat ini. Lambat laun dari Zeno dilanjutkan dan dikembangkan oleh para filsuf seperti Seneca (seorang  Penasihat Kaisar Romawi), Marcus Aurelius (seorang Kaisar Romawi yang dikenal sebagai salah satu Lima Kaisar Yang Baik), Epictetus (seorang budak)

Apa Tujuan Filosofi Teras?

1. Mampu mengendalikan emosi negatif
2. Mengasah kebajikan, ada empat kebajikan utama menurut stoisisme  yaitu kebijaksanaan, keadilan, keberanian dan menahan diri.

Buku Ini Menjelaskan tentang Apa Sih?

Buku ini terdiri dari 12 bab. Berikut adalah point pentingnya.

1. Hidup Selaras dengan Alam

            Jika menginginkan hidup baik harus selaras dengan alam. Segala peristiwa yang terjadi mengandung sebab akibat. Jadi setiap kita menjumpai kejadian yang tidak mengenakkan sesungguhnya kejadian itu ada sebabnya mengapa kejadian itu bisa terjadi sehingga menimbulkan akibat yang sedang kita lalui. Sebaiknya menggunakan nalar atau akal kita dalam memaknai kejadian yang sedang terjadi terutama kejadian yang mungkin tidak mengenakkan. Tidak perlu menghujat mengapa kejadian tersebut bisa terjadi, marah-marah dan enggak jelas. Akan tetapi, kita berpikir dulu mengapa kejadian itu bisa terjadi karena ada sebab tertentu kejadian itu terjadi hingga menimpa diri kita. Jika kita hidup tidak selaras dengan alam maka kita akan mengekang apa yang telah terjadi atau. Alhasil kita sering marah, enggak enak hati, jengkel dan sebagainya karena kita mengekang. Selaras dengan alam ini seperti takdir yang telah terjadi (hal hal yang menimpa)

2. Dikotomi Kendali

                "Some things are up to us, some things are not up to us," Ada hal-hal yang di bawah kendali (tergantung pada) kita, ada hal-hal yang tidak di bawah kendali (tidak tergantung pada) kita -Epictetus (hlm.42)

                Hidup manusia dipengaruhi oleh 2 hal yaitu apa yang bisa kita kendalikan dan apa yang tidak bisa kita kendalikan atau sesuatu yang dalam kendali dan sesuatu yang diluar kendali. Sesuatu yang bisa kita kendalikan yaitu segala apa yang ada di dalam diri kita seperti potensi, sikap, persepsi, interpretasi, perasaan kita. Sedangkan sesuatu yang diluar kendali kita seperti kekayaan, jabatan, keluarga, kesehatan, prestasi, pekerjaan, omongan orang, perasaan doi😏. Sebaiknya seseorang fokus dengan apa yang bisa dikendalikan karena kebahagiaan yang sejati dapat diraih dengan apa yang bisa kita kendalikan. 

              Misalnya seseorang yang ingin mendapatkan nilai bagus. Apa yang seharusnya dia lakukan? Berusaha dan berdoa 'kan? Berusaha dengan mengumpulkan tugas tepat waktu, mencari muka di depan guru bisa juga dengan menjadi moderator presentasi, aktif bertanya kepada guru. Fokusnya mengelola diri (berusaha) Jika sudah usaha yang bisa dilakukan ialah berdoa. Kalaupun nilainya bagus alhamdulillah. Jika tidak bagus ya tidak mengapa karena dia sudah berusaha dan berdoa. Segala hal terbaik Allah yang memberi. Jadi dia tidak kecewa, tidak marah, ngambek dengan hasil tetapi, dibuat pelajaran dan pengalaman, membuatnya lebih bisa terpacu lagi.  Jika dia hanya fokus pada nilai bagus. Alhasil dia bisa saja dengan jalan mencontek ketika ujian atau mengumpulkan tugas mencontek tugas teman yang pintar atau sudah berusaha dan berdoa tetapi, kecewa dengan nilai yang kurang bagus? Padahal nilai bagus itu diluar kendali kita. Setelah berusaha dan berdoa nilai bagus adalah kehendak Allah. Allah juga memiliki kebebasan apakah kita layak dapat nilai bagus atau enggak? Jadi fokus kita adalah berusaha dan berdoa meminta yang terbaik kepada-Nya karena hanya sesuatu yang bisa kita kendalikan saja yang mampu kita lakukan. Selain berusaha dan berdoa yang bisa kita kendalikan ialah sikap kita menerima keberhasilan atau kegagalan mendapat nilai bagus. Jika berhasil mendapat nilai bagus ya bahagia karena memang itu yang terbaik dari Allah begitu pula dengan gagal mendapat nilai bagus tetap bahagia dengan hasil yang terbaik dari-Nya juga.

3. Hidup Bahagia

               Menurut kaum stoa, bahagia itu tidak terikat oleh apapun. Bahagia murni dari dalam diri kita, bisa kita ciptakan dengan sesuatu yang bisa kita kendalikan. Sedangkan sesuatu yang diluar kendali kita ialah alat mencapai kebahagiaan. Jadi jangan menggantungkan bahagia dengan sesuatu yang diluar kendali kita (kekayaan, pekerjaan, pendidikan, keluarga, kesehatan, jabatan, omongan orang, perasaan orang) karena sesuatu yang diluar kendali kita bersifat fana (rusak) Jika alat tersebut rusak maka kebahagiaan kita apakah juga rusak (jika menggantungkan bahagia dengan sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan)? Pasti. Maka, bahagia itu bebas (kita yang menciptakan, dibawah kendali kita, akal pikiran, persepsi, perasaan kita)

                Jika kita fokus dengan sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan alhasil kita menjadi budak sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan, terombang ambing, mudah marah, enggak fokus, cemas, takut dan suka bawa perasaan karena sesuatu yang diluar kendali ialah fana (rusak), tidak selamanya ada, hanya sesaat saja.

4. Mengendalikan Interpretasi dan Persepsi

               Setiap kejadian bersifat datar (tanpa ada kesan negatif atau positif)  yang menjadikannya baik atau buruk ialah persepsi (penerimaan dari kejadian) kita. Apakah kita memiliki persepsi positif atau negatif terhadap kejadian tersebut. Persepsi positif dapat dibangun dengan menggali sebab dan akibat kejadian hingga menimpa kita.
Begitu pula interpretasi (pemberian pandangan terhadap sesuatu) kita terhadap sesuatu (baik yang terjadi, telah terjadi ataupun akan terjadi kita perlu menggali sebab akibat dengan nalar yang menjadikannya terjadi (menerpa kita) sesuai dengan persepsi kita. Bisa positif (semangat, berambisi, percaya diri memandang sesuatu) atau negatif (khawatir, cemas, ragu, rendah diri memandang sesuatu)

             Menurut stoisisme respon berupa emosi negatif yang muncul terhadap kejadian atau peristiwa yang tidak mengenakkan seperti, dimarahin orang tua, dosen, uang hilang datang secara reflek (otomatis) hal ini wajar. Terima saja respon berupa emosi negatif tersebut dari dalam diri kemudian langkah selanjutnya jangan diteruskan mulai pakai nalar kita menerapkan metode S.T.A.R (Stop, Think and Assess = berpikir dan menilai, Respond = tindakan yang tepat)

             Stop, menghentikan tindakan sejenak (tindakan yang membuat marah atau emosi negatif lainnya) untuk menenangkan hati dan pikiran
           Think and Assess, memikirkan dan menilai mana yang memang fakta mana yang hanya interpretasi kita sendiri misalnya, kamu terkena macet, macet itu fakta atau kejadian yang memang kamu hadapi saat ini kemudian kamu marah-marah bilang kalau macet hanya buang buang waktu saja, kemudian menambahkan bahwa kamu akan dimarahi oleh atasan kamu (interpretasi kamu/pemikiran irrasional/belum pasti kejelasannya) coba kamu menilai apakah macet itu dibawah kendali kamu? jelas bukan, macet terjadi begitu saja atau diluar kendali kamu. Apakah macet membuang waktumu? (coba pikirkan)
           Respont, coba disaat macet buat baca berita, buku, menyiapkan hal hal yang diperlukan saat di kantor, mendengar musik, mengobrol bersama anak atau istri dan banyak lagi. Hanya perlu mengubah interpretasi saja dari yang negatif menjadi positif. 

               Memiliki mental tangguh dibutuhkan benteng yang tangguh pula. Benteng yang tangguh tersebut dapat dibangun dalam pikiran kita. Jika pikiran kita bagus (stabil) maka kita akan memiliki mental tangguh (berprinsip, teratur, percaya diri, toleran, tidak mudah baper)

5. Memperkuat Mental

                 Menguatkan mental dengan metode imunisasi mental dengan menginjeksikan interpretasi negatif ke dalam diri nama lainnya premeditation malorum atau memikirkan hal-hal buruk agar nantinya kebal atau bisa mengendalikan kejadian buruk yang memungkinkan terjadi. Metode ini mengajak kita untuk mengendalikan diri sejak awal (sebelum kejadian buruk terjadi) semacam peribahasa lebih baik mencegah daripada mengobati. Bukan berarti kita fokus dengan sesuatu diluar kendali (kejadian buruk) tetapi kita berusaha mencegah respon negatif yang kita keluarkan terhadap sesuatu diluar kendali (kejadian buruk) tersebut. Lebih baik mencegah daripada mengobati bukan?

                 Sesuatu yang diluar kendali tidak mempengaruhi baik atau buruknya kita (kekayaan, pekerjaan, jabatan, keluarga, kesehatan, omongan orang, perasaan orang) Akan tetapi, sesuatu yang didalam kendali mempengaruhi baik atau buruknya kita (sikap, perkataan, perilaku, perasaan, persepsi, interpretasi, pemikiran kita)

Jangan Dibikin Ribet Hal-Hal Remeh (Gitu Aja Kok Repot by Gus Dur), jika ada kejadian yang tidak mengenakkan apakah perlu menghabiskan energi dan waktu untuk marah-marah? Apakah hasilnya sepadan? Berubah lebih baik sesuai yang kita maukah jika kita marah-marah? Atau kita hanya perlu menghindari, mengganti atau berbicara baik-baik? misalnya, sup yang kita bawa tumpah gara-gara disenggol teman. Apakah dengan jalan marah-marah masalah akan selesai? Apa justru malah menguras energi dan waktu kita? Apakah tidak melukai hatinya juga hati kita?

                Filosofi teras mengajak kita bahwa kita adalah pengguna kebaikan dan rezeki bukan pemilik. Maka segala hal yang hadir atau melekat pada kita adalah pinjaman. Dipergunakan untuk apa pinjaman tersebut? kebaikan atau keburukan. Pada akhirnya pinjaman itu akan diambil oleh pemiliknya dan tidak ada sesuatu apapun yang melekat pada kita selain hasil dari penggunaan pinjaman tersebut (kita rawat atau justru merusak? dipergunakan untuk kebaikan atau keburukan?) Jikalaupun ternyata sebagian kecil pinjaman itu diambil, kita enggak ada rasa menyesal atau kecewa karena sesungguhnya kita tidak punya apa-apa, kita hanya dipinjami (segalanya bukan milik kita)

6. Hidup di antara Orang yang Menyebalkan

                Jika bertemu dengan orang yang merusak (memang salah) maka hal yang pertama ialah memberitahukan kebenarannya kemudian jika dia tidak mau diberitahu atau nyolot sebaiknya kita menahan emosi (mengatur kendali diri karena sikap nyolotnya diluar kendali diri)
Lebih baik meninggalkan orang (teman) yang memang tidak bisa kita kendalikan atau memberi dampak negatif

               Memilih teman bukan berarti tentang perbedaan suku, adat, keluarga, kecerdasan tetapi atas dasar karakter. Jika berkarakter buruk jauhilah karena dapat merusak mental kita.  

               Sejatinya ketika orang lain menghina kita kemudian kita terhina maka yang salah adalah kita. Mengapa terhina? padahal mungkin dia hanya bercanda atau itu hanya sudut pandang dia (menurutnya) Jadi seseorang yang bersikap menyebalkan kepada kita sebenarnya bagaimana saja kita menanggapinya dengan lelucon, biasa saja atau malah marah. Jika kita merasa terhina maka kitalah yang menciptakannya karena menurut filosofi teras orang yang menghina sebenarnya tidak benar-benar menghina mungkin hanya bercanda atau sudut pandangnya.

               Kaum stoa begitu santuy bukan menanggapi orang-orang yang menyebalkan karena orang orang yang menyebalkan tersebut diluar dari kendali kita, langkah yang paling tepat dengan mengkondisikan sesuatu yang dibawah kendali kita

7. Menghadapi Kesusahan dan Musibah

                Hidup kaya atau enggak biasa saja. Sebaiknya kita melatih diri hidup sederhana setiap harinya, percaya diri dengan apa yang ada. Melatih diri untuk susah agar ketika semua hilang (sesuatu yang kita cintai hilang) kita lebih bisa mengatur rasa sabar dan membuat kita lebih bisa menghadapi dan mengikhlaskan.

                Kita menjadi manusia yang tangguh setelah ditimpa musibah, hal ini tergantung seberapa lama kita bertahan ketika menghadapi musibah atau ujian yang menerpa hingga musibah atau ujian itu tidak kuasa lagi mempengaruhi kita.

8. Menerapkan Filosofi Teras dalam Parenting

                Penulis belajar menerapkan filsafat ini dalam dunia parenting. Menjadi orang tua tidak selalu memaksakan anak untuk mengikuti keinginanannya, adakalanya anak dibebaskan sesuai keinginan dan kebutuhannya karena tidak semua dari anak masuk ke dalam sesuatu yang bisa kita kendalikan. Sesuatu yang di dalam kendali kita seperti uang saku, pembayaran sekolah, kebutuhan makanan, pendidikan nilai agama, pemilihan sekolah (mengarahkan), pendidikan budaya dan etika. Kita sebagai orang tua mengarahkan dan mendidik anak bukan memaksakan. 

               Sebaiknya sejak dini anak dilatih untuk bisa mengambil pilihan sendiri dan mendidiknya untuk bisa bertanggungjawab dengan pilihannya tersebut. Misalnya, dengan menanyakan hari ini mau kegiatan belajar yang bagaimana? atau ketika mau pergi keluar rumah untuk liburan ternyata hujan kita tidak perlu marah karena tidak jadi liburan (cuaca diluar kendali kita jadi cukup menyikapi sesuatu yang bisa kita kendalikan yaitu bersikap yang baik) Ajak anak untuk memanfaatkan waktu hingga hujan reda, jika hujan tidak kunjung reda (sampai larut malam hingga tidak jadi liburan) maka manfaatkan waktu yang ada dengan menanyakan kepada anak. Mau main apa kita? atau cuaca lagi tidak baik kita ganti liburan dengan apa?

9. Filosofi Teras dalam Menghadapi Kematian

             Jika kita bisa menyikapi emosi negatif dan selalu berupaya berbuat kebajikan maka hidup kita akan bahagia, tenang dan nyaman. Dimanapun dan kapanpun kematian menjemput kalau kita selalu ada dalam kebaikan (hati dan pikiran tenang) maka kematian tidak perlu dirisaukan karena kematian ialah sesuatu yang diluar kendali kita. Kematian pasti menjemput, yang perlu disikapi ialah sesuatu yang di dalam kendali kita. Waktu
di dunia dihabiskan untuk apa? Bagaimana kita menyikapi atau memaknai kehidupan ini?

                  Setiap buku pasti memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri bagi pembacanya, tergantung kenyamanan pembaca itu sendiri.

                Semoga review  buku filosofi teras ini membantu teman-teman, menambah keilmuan dan wawasan. Lebih lanjut bisa membaca sendiri versi lengkapnya.

Sekian dan Terimakasih, 
Semoga Bermanfaat😚

No comments:

Post a Comment