Sunday, March 7, 2021

Menulis adalah Kebutuhan Jiwa

 

 Ilustrasi orang menulis
 Sumber gambar : www.pinterest.com

Saya memiliki mimpi sejak lima tahun yang lalu menjadi seorang penulis bisa menerbitkan minimal satu buku dalam hidup. Saya berkeinginan menjadi penulis. Lambat laun setelah mengikuti suatu seminar saya disadarkan bahwa menulis bukanlah keinginan saja tetapi, kebutuhan. Saya pun meyakininya. Tanpa menulis, saya tidak mampu tumbuh dan berkembang.

Menulis sebagai self healing (penyembuh diri) Menulis menjadikan saya lebih baik, masalah mudah terurai, memberikan benang-benang solusi. Saya mendapatkan ketenangan hati dan pikiran, perlahan mampu terealisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap tulisan atas permasalahan hidup yang awalnya berupa coretan atau tulisan kasar, kemudian saya kembangkan menjadi bentuk yang lebih layak untuk dibaca, memiliki alur sebab akibat yang akan memudahkan pembaca untuk memahami dan menangkap pesan yang ingin saya sampaikan.

Menulis ialah media membebaskan rasa. Menulis dari dalam diri. Melepas segala rasa yang menggebu dalam dada. Menuangnya perlahan melalui goresan tinta hitam diatas kertas putih tak bernoda. Saya percayakan semua rahasia padanya. Jika dengan manusia membuat saya terluka, maka saya lebih baik bersanding setia dengannya

Menulis untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik. Perubahan besar berawal dari perubahan kecil. Perubahan kecil dari dalam diri. Diri akan lebih baik dengan apa yang  tertuang melalui tulisan. Begitulah keadaan sekitar akan mengikuti perubahan secara bertahap.

 “Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah!” Imam Al-Ghazali

Saya adalah manusia biasa, bukan anak raja atau ulama besar, maka saya akan terus menulis. Saya berusaha memperbaiki tulisan, saya ingin bisa menulis dengan baik karena menulis ialah lisan kedua, setiap apa yang kita tulis sama dengan apa yang kita ucap, sama-sama menyuarakan isi pikiran dan hati hanya berbeda perantara. Jadi, jika saya ingin menyampaikan pesan baik, maka penyampaiannya juga harus baik agar mudah diterima dan dipahami.

Tampil Kece dengan Diri Sendiri

 

  Ilustrasi siluet percaya diri    
  Sumber gambar : www.pinteret.com

Pribadi percaya diri tumbuh dalam diri seseorang yang meyakini penuh kemampuan diri sendiri dan menerima segala kekurangannya. Seseorang yang percaya diri mampu menghargai dirinya sendiri. Tidak semua orang memiliki rasa percaya diri, ada yang memiliki rasa percaya tinggi, menengah hingga rendah. Kerap kali orang dewasa memiliki rasa percaya diri yang rendah karena beberapa persoalan baik dari faktor internal maupun eksternal yang cukup mematahkan rasa percaya dirinya. Sehingga banyak kita jumpai salah satu dari mereka yang mudah menghakimi kehidupan orang lain, menyalahkan keadaan, berlarut akan kegagalan, menyesali masa lalu, mudah insecure, yang justru menghambat perjalanan hidup mereka, membuat mereka statis tanpa memandang kehidupan yang dinamis.

Rasa percaya diri bukanlah suatu rasa yang absolut atau menetap sejak lahir di dalam diri seseorang, melainkan bisa kita tingkatkan. Berikut beberapa cara untuk meningkatkan rasa percaya diri :

1.     Mengenal diri sendiri

    Mengenal diri sendiri ialah upaya kita mengetahui seluk beluk diri sendiri, segala kurang dan lebihnya. Setiap manusia pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, tidak mungkin manusia hanya memiliki kekurangan, yang lebih mengetahui segala kekurangan dan kelebihannya ialah dirinya sendiri. Bagaimana caranya? Coba berhenti sejenak dari aktivitas, lakukan perenungan, tuliskan segala hal yang membuat senang, nyaman ketika melakukan sesuatu dan berdampak baik bagi dirimu dan orang lain, tuliskan juga segala hal yang membuatmu kesulitan setiap mengerjakannya, sulit untuk memahami dan menangkapnya, bahkan membutuhkan waktu yang lama bagimu untuk menyelesaikan atau melakukannya. Renungkan juga tujuan hidupmu, dari mana kamu berasal, ke mana kamu akan pergi dan ke mana akan kembali, teliti maksud dari setiap tindakanmu, berkelanalah ke dalam dirimu, tanyakan pada hatimu. Dengan mengenal diri sendiri,  menjadikan kita teguh pendirian, tidak mudah goyah terhadap apa yang di luar kendali kita, permasalahan yang berasal dari luar diri kita (faktor eksternal) dan permasalahan yang berasal dari dalam diri kita (faktor internal) dapat teratasi karena kita mampu mengendalikan diri untuk memberikan solusi yang tepat. Rasa percaya terhadap diri sendiri pun akan meningkat.

2.    Memaksimalkan Kelebihan

    Jika telah mengetahui kelebihan dalam diri sendiri, yang membuat nyaman dan senang melakukannya atau menjadi tujuan hidupnya, maka konsistenkan diri untuk memaksimalkan kelebihan. Karena buat apa meratapi kekurangan? Justru kekurangan perlu ditutupi dengan adanya kelebihan, sehingga akan membentuk pribadi yang percaya diri.

3.     Menentukan prioritas

    Mengetahui mana yang penting dan tidak penting. Penting yang mendesak dan tidak mendesak. Sesuatu yang penting tersebut harus dilakukan, kita perlu mengetahui dampak apa yang akan mempengaruhi diri kita akan sesuatu yang penting tersebut. Jika kita tepat waktu melaksanakan yang penting tersebut, bertanggung jawab melaksanakannya hingga mendapatkan hasil yang memuaskan, rasa percaya diri semakin meningkat.  Apabila pun tidak mendapatkan hasil yang memuaskan, tetapi kita mengerjakan sesuatu yang penting itu dengan sungguh-sungguh, maka rasa percaya diri juga dapat meningkat karena kita telah mengenal diri sendiri, artinya kita mudah intropeksi diri sendiri, langkah apa yang kurang tepat, sehingga hasil tidak memuaskan. Hasil yang tidak memuaskan ini akan membuat kita lebih bersemangat menghadapi tantangan baru, berupaya lagi untuk melakukan yang lebih baik dari sebelumnya, memperbaiki setiap kesalahannya. Sehingga rasa percaya diri sendiri pun akan tumbuh dengan sendirinya dan meningkat seiring kita optimis melakukan sesuatu yang memang menjadi prioritas.

4.     Jangan Silau, Sewajarnya Saja

    Maksud dari silau di sini ialah terlalu mengagumi seseorang, hingga tak nampak kekurangannya atau memuji seseorang dengan berlebihan. Mengagumi atau memuji seseorang boleh, tetapi sewajarnya saja karena hal ini akan menanamkan benih-benih insecureity dalam diri yang ditandai dengan munculnya sikap membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Sehingga kita akan diperbuta oleh kelebihan orang lain, padahal kenyataannya kelebihan orang lain itu wajar, ia juga memiliki kekurangan karena sama-sama manusia. Kelebihan dan kekurangan setiap orang pun berbeda, Allah telah memberikan takaran yang tepat bagi setiap hamba. Tinggal kitanya saja yang perlu untuk mampu mendayagunakannya, fokus terhadap hidup kita masing-masing dengan segala apa yang ada. Rasa percaya diri akan tumbuh dalam diri kita, apabila kita terus konsisten menanamkan pemikiran-pemikiran yang positif, meyakinkan apa yang ada di kehidupan kita dibanding orang lain, insyaaAllah rasa percaya diri akan meningkat.

5.     Menambah wawasan dan pengetahuan

    Semakin kita mendayagunakan akal dan hati kita untuk menyerap wawasan dan pengetahuan baik dari buku, sebuah nasihat, relasi atau pengalaman, maka semakin menambah rasa percaya diri kita, karena kita yakin bahwa kita bisa menghadapi setiap apa yang ada dengan berbekal wawasan dan pengetahuan yang kita dapatkan.

6.     Berani

    Rasa percaya diri dapat kita tingkatkan, salah satunya dengan menjadi pemberani. Apabila yang membuatmu tidak percaya diri ialah karena rasa takut, maka coba identifikasi rasa takut tersebut. Cari tahu apa yang menyebabkan kamu takut!  Apakah karena takut akan validasi orang lain? Takut gagal? Takut salah? Takut mencoba?  Takut apabila tidak menjadi yang terbaik? Takut karena memang merasa tidak percaya diri akan kekurangan yang ada entah kekurangan psikis maupun fisik? Dan takut lainnya. Coba identifikasi rasa takutmu! Rasa takut itu muncul karena ketidakyakinan terhadap perbuatan yang dilakukan atau prinsip yang diusung untuk melakukan tindakan tersebut. Ketika kita melakukan perbuatan baik dan berawal dari prinsip yang baik, kenapa harus takut? Coba tanyakan pada hatimu! Bagaimana kamu melakukan perbuatan baik jika terus-terusan takut? Apa tujuanmu berbuat baik? Perbuatan baik dan benar perlu ditegakkan dengan keberanian. Dengan keberanian kita akan menumbuhkan rasa percaya terhadap diri sendiri, sehingga langkah kita pun mantap dan tahu arah (tidak terombang-ambing)

7.      Hilangkan Overthinking

    Kerap kali kita mau melakukan perbuatan yang menurut keyakinan kita ialah baik, tetapi malah urung kita lakukan, karena pikiran kita yang berkecamuk, misalnya, nanti kalau aku salah bagaimana ya? Nanti kalau aku dilihat A sok baik bagaimana ya? Nanti aku dibilang B sok alim bagaimana ya? Dan bla bla bla .... Perspektif (cara pandang) kita yang terlanjur buruk sebelum mencoba atau melangkah. Sehingga, kita tidak jadi melakukan perbuatan baik. Pikiran tersebut ialah overthinking.  Overthinking ialah pola pikir yang  berlebihan terhadap sesuatu. Sejatinya berpikir sebelum bertindak itu perlu, agar kita tepat melakukannya, tetapi apabila terlalu memikirkan hal-hal yang di luar kendali kita, itu yang tidak baik untuk diri kita, menjadikan kita takut dan cemas. Oleh karena itu, kita perlu berpikir yang wajar, tidak perlu overthinking, sehingga rasa percaya diri mudah tumbuh dan terus kita tingkatkan.


Ternyata, rasa percaya diri dapat kita tingkatkan. Kita perlu berupaya mendayagunakan setiap apa yang dipinjamkan oleh Allah sehingga menjadikan kita pribadi yang mantap dan teguh pendirian untuk melangkah di jalan-Nya. Sehingga kita bisa tampil kece dengan diri sendiri. InsyaaAllah. Sekian dan terimakasih. Semoga bermanfaat.

 

Jumat, 05 Maret 2021

Menyikapi Cinta di Masa Remaja

 

 Ilustrasi tunangan
 Sumber gambar : www.pixabay.com

Halo teman-teman! Kali ini saya akan sharing cara menyikapi cinta di masa remaja nih. Simak sampai habis ya biar dapat insighnya

Masa remaja ialah masa awal ketertarikan lawan jenis, masa dimana kita mengenal cinta. Cinta ialah kecenderungan seseorang kepada orang lain yang dianggap memiliki dampak baik dan membahagiakan dirinya. Cinta dapat terbentuk karena adanya orang yang mencintai dan dicintai. Mencintai ialah kewajiban hati. Hati tidak bisa dipaksa mencintai, tetapi hati bebas mencintai siapapun karena hati tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, tak hanya satu cinta yang tumbuh tetapi bisa lebih. Karena cinta tumbuh dalam hati, maka tidak ada yang tahu hati mana yang dicintai pun yang dicintai akan balik mencintai (saling mencintai) atau justru mencintai, tetapi yang dicintai tak mencintai (bertepuk sebelah tangan) Hanya dengan mengungkapkan cinta kepada yang dicintai kita akan tahu, adakah cinta di hatinya?

Akankah di masa remaja,  kita meluangkan sedikit waktu untuk mengungkapkan cinta kepada seseorang yang kita cinta? Muncul pertanyaan di benak saya, haruskah mengungkapkan cinta? Apa yang akan diperbuat ketika cinta terbalaskan? Apa yang akan diperbuat ketika cinta tak terbalaskan? Lalu apa tujuan mengungkapkan cinta tersebut?

Apakah perlu mengungkapkan cinta? Jika telah siap membangun keluarga, silakan! Tak ada yang melarang, tetapi jika hanya sekedar meluapkan kesenangan atau nafsu semata perlu dialihkan dengan kegiatan yang lebih penting dan bermanfaat dari sekedar bermain-main dengan cinta. Karena dampak dari bermain-main dengan cinta banyak sekali, bahkan hingga terlampaui batas yakni menjerumuskan diri untuk melakukan perbuatan keji.

Dari beberapa pengalaman, saya paham bahwa cinta ialah alat penyatuan satu dengan yang lain secara batin, maka apabila kita menginginkan penyatuan secara lahir (perwujudan cinta) dibutuhkan  pengimplementasian cinta sesuai prinsip yang diusung melalui jalan keridaan Tuhan.

Lantas, bagaimana menyikapi cinta yang hadir di masa remaja?

1. Meyakini Cinta ialah Fitrah

Cinta ialah anugerah yang fitrah. Cinta pun termasuk ujian keimanan. Cinta kepada lawan jenis di masa remaja ialah ujian keimanan, maka kita harus menjaga kefitrahannya, tidak sembarangan menaruh hati kepada seseorang.  Apabila cinta hadir, kita tidak bisa menolak dan memaksa diri untuk membuang rasa tersebut, yang ada cinta malah menyiksa kita. Kita perlu berdamai dengan cinta, mengakui kehadirannya, menjaga dan terus memupuknya.

2. Mencintai dengan bijaksana

Terkadang ketika kita mencintai seseorang, kita silau akan kelebihan pada dirinya atau perbuatan baik yang dia lakukan. Nafsu terus memberikan gambaran tentang kesenangan berdua dengannya. Lambat laun kita sedih apabila tidak berjumpa dengannya, kecewa apabila dia bersama yang lain dan banyak lagi. Berawal dari kesenangan-kesenangan tersebut akan menimbulkan sayatan luka karena tak bisa bersamanya.

Kita perlu tahu bahwa kita butuh keseimbangan dalam mencintai agar tak mudah goyah pun terjatuh. Kita perlu mencintai dengan bijaksana. Mengetahui kadar akan cinta, tidak berlebih hingga membuat buta pun tidak kurang hingga membuat benci.

3. Menyadari bahwa Belum Tentu yang Kita Cinta ialah Jodoh

Cukuplah yakin dari dalam hati bahwa kita benar-benar mencintainya. Lebih baiknya membumbung tinggikan cinta melalui bait-bait doa karena kita tak pernah tahu akankah seseorang yang amat kita cinta ialah jodoh kita. Hanya Allah Yang Maha Tahu. Setidaknya kita mengutarakan kriteria jodoh kita melalui seseorang yang amat kita cinta.

4. Mewujudkan Cita-Cita

Tenaga penuh, rasa ingin tahu yang tinggi dan semangat berkobar di masa muda, maka alangkah baiknya kita mendayagunakannya dengan mewujudkan apa yang kita inginkan. Jangan sampai kecewa apabila cita-cita tidak terwujud gara-gara cinta. Kita perlu menanamkan alasan kuat untuk meraih cita-cita, yakin ada sesuatu yang terbaik di masa depan, hasil jerih payah kita saat ini. Cinta akan mewarnai perjalanan kita, tetapi bukan menjadi penghambat kita untuk mewujudkan cita-cita justru menjadikannya motivasi bahwa kita tidak bisa hidup bermodalkan cinta saja. Jika kita berhasil mewujudkan cita-cita, akan ada cinta sejati yang menghampiri dengan sendirinya karena disaat itulah kita benar-benar matang dan pantas untuk dimiliki (teruntuk kaum hawa) atau memiliki (teruntuk kaum adam)

5. Melakukan Perbuatan yang Positif

Mencintai memang kewajiban hati, tetapi mencintai manusia bukanlah prioritas hidup kita. Ada yang jauh lebih nikmat dari menaruh cinta kepada manusia, yakni mencintai Tuhan. Cara mewujudkan cinta kepada Tuhan bermacam-macam dengan tujuan untuk menjadi hamba yang bertakwa, termasuk mensyukuri nikmat-Nya. Tidak hanya bersyukur melalui perkataan, tetapi kita perlu mengimplementasikannya ke dalam laku di kehidupan sehari-hari, bisa dengan mendayagunakan pinjaman-Nya untuk melakukan hal-hal positif seperti, menuntut ilmu, menjalin persaudaraan, membantu teman ketika mendapati kesulitan, memberikan sedikit harta kepada yang membutuhkan, mengikuti organisasi sekolah, mencanangkan gerakan literasi dan banyak lagi perbuatan positif yang patut untuk dicoba, dilakukan dan dikembangkan.

6. Mencintai Diri Sendiri

Sebelum mencintai seseorang lebih dalam, sudahkah mencintai diri sendiri? Mari berlatih mencintai diri sendiri. Mencintai diri sendiri menghadirkan rasa nyaman dan tenang karena kita mampu menyikapi gejolak emosi yang ada dalam diri sendiri, mudah berdamai dengan masalah, mampu mendayagunakan kelebihan, mengakui kekurangan. Apabila telah mencintai diri sendiri, kita pun bisa menyikapi cinta dengan bijaksana.

7. Mencintai Keluarga

Keluarga ialah manusia yang kita prioritaskan dalam hidup. Mencintai keluarga dapat menumbuhkan saling memiliki, saling mengasihi, saling menerima, saling mendukung, saling menasihati sehingga kita tidak memiliki celah untuk berbuat melampaui batas ketika mencintai seseorang karena kita memiliki keluarga yang juga mencintai kita.

Semoga, artikel saya ini bermanfaat bagi teman-teman. Bukan lagi membenci pun berlebihan hadirnya cinta, tetapi menyikapinya dengan bijaksana.

 

 

Kediri, 28 Februari 2021

DAFTAR PUSTAKA

Sarimata, Arya. 2018. “7 Alasan Kamu Harus Gunakan Masa Mudamu dengan Baik,” https://www.idntimes.com/life/inspiration/arya-sarimata/7-alasan-kenapa-kamu-harus-menggunakan-masa-mudamu-dengan-baik-c1c2-1, diakses pada 27 Februari 2021 pukul 22.00.

Idrishann. 2020. Bucin Universe. Kediri: Yayasan Pendidikan Islam Fathul ‘Ulum Kwagean.

Tuesday, March 2, 2021

Keluarga ialah Madrasah Utama Anak

 

Ilustrasi keluarga
Sumber foto : www.google.com

Manusia pertama kali terlahir di dunia tidak memiliki siapa-siapa, kecuali keluarga. Secara de facto ia menjadi anak dari seorang wanita yang melahirkannya, pasangan wanita ini, pun menjadi anggota baru dalam keluarga keduanya. Dibuatkanlah akte kelahiran, maka secara de jure ia resmi menjadi anak keduanya. Dibuatkanlah Kartu Keluarga (KK), maka secara de jure pula resmi menjadi anggota keluarga.

Keluarga ialah madrasah utama anak, sejak dari buaian hingga menemui ajal, menjalani kehidupan dengan pendidikan. Belajar tengkurap, duduk, merangkak, berdiri, berjalan, berlari, berbicara, menangis, makan, minum, mandi, semua ini ialah proses yang kita lalui untuk tumbuh. Proses tersebut mendidik kita menjadi dewasa dan matang baik dari segi fisik maupun psikis.

Tentunya, peran keluarga sangat penting terhadap pendidikan anak karena keluarga ialah role mode bagi anak. Apabila orang tua menginginkan anak melakukan perintahnya, sebaiknya orang tua lebih dulu melakukan apa yang diperintah, telah  mencontohkannya dalam kehidupan sehari-hari karena anak selalu melihat, menangkap dan memahami setiap sikap dan perilaku orang tua. Lambat laun anak mengikuti sikap dan perilaku orang tua yang menurutnya baik atau berguna baginya. Maka dari itu sikap dan perilaku orang tua juga perlu diperhatikan dalam mendidik anak. Sikap dan perilaku anak sesuai didikan orang tua, pola asuh orang tua. Bagaimana pola asuh orang tua? Apakah otoriter (terpusat pada harapan orang tua), permisif (terpusat pada harapan anak, memanjakan anak) atau justru demokratis (terbuka dan bijaksana)? Pilihan ketiga lebih baik bukan? Pola asuh demokratis dapat diterapkan dengan mengetahui kelebihan dan keterbatasan anak, orang tua menjadi pendengar yang baik bagi anak, memberikan aturan kepada anak tetapi juga menuruti kemauan anak, jika kemauan anak tidak baik, maka orang tua mengarahkannya.

Mendidik anak tidak mudah pun tidak sulit, hanya dengan hati yang tulus orang tua mampu mendidik anak. Ada hal-hal yang memang di luar kendali orang tua misalnya, harapan masa depan, pasangan anak, pergaulan anak. Orang tua sekedar mengarahkan, memberi gambaran yang tepat.

Dari beberapa macam pendidikan, sejatinya pendidikan yang sangat berpengaruh bagi keberhasilan anak baik pencapaian dari segi materi maupun nonmateri ialah pendidikan spiritual karena dengan pendidikan spiritual, kecerdasan spiritual akan tajam. Kecerdasan spiritual ini akan menjadi bekal anak tumbuh dan berkembang, mampu mengimbanginya dengan kecerdasan yang lain misalnya, intelektual, emosional dan kreativitas. Selain itu, mencetak anak yang berbakti kepada orang tua dan bermanfaat bagi orang lain. Penanaman pendidikan spiritual dapat dilakukan keluarga sejak anak dibuaian karena baik buruknya anak tergantung didikan keluarga.

 

Kediri, 20 Februari 2021

 

Referensi :

Filsafat Pendidikan oleh Suparlan Suhartono, M. Ed, Ph. D.

Catatan Seorang Konselor, Sekolah Menjadi Orang Tua oleh Ani Christina

Friday, February 26, 2021

Masihkah Insecure?

          
Sumber gambar : www.google.com

           Beranjak dewasa kerap kali saya dihadapkan sebuah rasa yang tak henti memaki diri sendiri  karena kekurangannya atas kelebihan orang lain. Rasa ini sering dikenal sebagai insecure. Insecure menjadikan saya kehilangan perspektif mengenai sejatinya diri saya karena silau terhadap kelebihan yang ada pada diri orang lain.

            Saya merasa bahwa saya sangat jauh dari seseorang yang saya anggap sempurna atas keberhasilannya. Saya terus menghina diri sendiri dengan membandingkan kehidupan orang lain yang saya anggap sempurna.

            Saya pun muak dengan diri saya sendiri, seakan perjuangan meraih pencapaian sia-sia, tak ada yang diunggulkan, pasif dan tertinggal. 

            Lambat laun, saya lelah bertengkar dengan perasaan dan pikiran saya yang bertubi-tubi memaki diri. Saya memutuskan untuk mencari sesuatu yang membuat saya bangkit, membunuh insecure ini, menjadi pribadi yang bermental tangguh, mampu berpegang teguh atas segala kurang dan lebihnya saya.

            Saya menemukan titik terang dari gelap gulitanya hati dan pikiran,  buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring menjadikan saya lebih bijaksana dalam memandang permasalahan hidup yang silih berganti, memberikan benteng diri atas permasalahan tersebut dengan bermental tangguh.

           Alhamdulillah, saya mulai memperkuat benteng dalam diri saya untuk menghadapi segala hal yang menerpa (segala hal yang di luar kendali saya) Saya menanamkan rasa percaya atas diri saya, berusaha mengenal jauh diri saya, kekurangan hingga kelebihannya.

          Terkadang masalah besar berasal dari hal kecil, remeh temeh. Oleh karena itu, saya tidak terlalu pusing memfokuskan diri dengan apa-apa yang menerpa. 

          Apabila saya tidak kufur nikmat atas pinjaman-Nya, mendayagunakan dengan baik, rasa nyaman selalu hadir dalam hati pun mudah melukis senyum melalui setiap yang menerpa, menjadi penuh tanggung jawab, berupaya membentuk pribadi yang luar biasa dari dalam dan dari luar, menanam segala hal yang terbaik untuk membuahkan yang terbaik.

           Sungguh, Maha Hebat Allah yang menciptakan manusia berbeda-beda. Tujuan adanya perbedaan tersebut agar kita saling mengenal, saling memahami, saling mengisi dari masing-masing kurangnya, belajar dari masing masing lebihnya. 

            Hanya Allah yang Maha Sempurna. Manusia memiliki kekurangan dan kelebihan yang telah Allah atur porsinya, tentunya sangat cocok dalam diri masing-masing manusia. Tinggal bagaimananya saja kita memaksimalkan pinjaman-Nya yang suatu hari nanti akan diambil kembali untuk dipertanggung jawabkan.

            Insecure saja tidak ada artinya, membuang waktu dan energi. Diri statis, mengetahui kekurangan, tak memaksimalkan kelebihan justru mengunggulkan lebih-lebih diri orang lain, silau dengan kehidupan orang lain. Padahal setiap diri kita akan dipertanggung jawabkan sesuai masing-masing perbuatan kita, sama sekali bukan perbuatan orang lain.

So, masihkah insecure?